Skip to content
Home » Rencana Pensiun Dini PLTU Ditunda, Transisi Energi Alami Hambatan Baru

Rencana Pensiun Dini PLTU Ditunda, Transisi Energi Alami Hambatan Baru

Keputusan pemerintah untuk tidak memasukkan rencana pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025–2060 menuai perhatian. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada PLTU batu bara dalam sistem kelistrikan nasional, sementara dunia sedang bergerak menuju transisi energi yang lebih hijau.

Kebijakan tersebut membawa konsekuensi signifikan, baik dari segi komitmen terhadap pengurangan emisi karbon maupun upaya membangun ekosistem energi terbarukan. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam alasan di balik penundaan rencana pensiun dini PLTU, dampaknya pada transisi energi, dan langkah-langkah strategis yang perlu diambil ke depan.

PLTU
Sumber: Freepik

Baca Juga: Kenapa Pengelolaan Emisi Karbon Penting bagi Lingkungan

PLTU Masih Menjadi Andalan dalam RUKN 2025–2060

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menyatakan bahwa pengoperasian PLTU batu bara akan dilanjutkan hingga kontrak Power Purchase Agreement (PPA) berakhir. Artinya, PLTU batu bara yang ada saat ini masih akan tetap menjadi bagian penting dari sistem kelistrikan Indonesia untuk beberapa dekade mendatang.

“Pengoperasian PLTU existing sampai dengan PPA berakhir,” ungkap Yuliot dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI pada Kamis (23/1), Sumber: Katadata Green. Selain itu, pemerintah tetap mengandalkan teknologi seperti co-firing biomassa dan carbon capture storage (CCS) untuk menekan emisi karbon dari pembangkit berbasis batu bara.

Namun, keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar terkait komitmen Indonesia dalam mencapai target pengurangan emisi karbon sebesar 31,89% pada 2030, sebagaimana tercantum dalam Nationally Determined Contributions (NDC).

Hambatan dalam Transisi Energi Indonesia

Keputusan untuk tidak segera memensiunkan PLTU batu bara juga dipengaruhi oleh tantangan besar dalam transisi energi. Salah satu hambatan utama Indonesia adalah kebutuhan pendanaan besar untuk membangun infrastruktur energi terbarukan pengganti PLTU batu bara. Pendanaan ini menjadi kunci untuk mempercepat peralihan menuju sistem kelistrikan yang lebih ramah lingkungan.



Menurut Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), kebijakan Amerika Serikat yang menarik diri dari Perjanjian Paris pada masa kepemimpinan Donald Trump memberikan dampak besar terhadap pendanaan transisi energi di Indonesia. Indonesia membutuhkan anggaran besar untuk mempercepat penghentian PLTU batu bara dan membangun pembangkit energi terbarukan. Jika pendanaan dari donor seperti JETP tidak berjalan, ini akan mengancam proyek-proyek transisi energi,” jelas Bhima, seperti yang dilansir oleh Katadata Green.

Keterbatasan dana ini dapat memperlambat upaya Indonesia dalam mengurangi ketergantungannya pada batu bara dan meningkatkan porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional. Tanpa dukungan pendanaan yang memadai, transisi energi yang berkelanjutan menjadi semakin sulit tercapai.

Baca Juga: Apa Itu Bursa Karbon dan Bagaimana Cara Kerjanya di Indonesia?

Ketergantungan pada Pendanaan Internasional

Salah satu program penting untuk mendukung transisi energi Indonesia adalah Just Energy Transition Partnership (JETP). Program ini diharapkan menjadi sumber pendanaan utama untuk mempercepat pensiun PLTU dan membangun pembangkit energi terbarukan, seperti panel surya dan tenaga angin.

Namun, dengan ketidakpastian pendanaan internasional, pemerintah Indonesia harus mencari mitra baru untuk menjaga keberlanjutan transisi energi. Timur Tengah disebut-sebut sebagai alternatif strategis. Bhima menyatakan bahwa Uni Emirat Arab menunjukkan komitmennya melalui pembangunan PLTS di Waduk Cirata, Jawa Barat.

PLTU
Sumber: Freepik

Dampak Penundaan Pensiun Dini PLTU pada Emisi Karbon

Penundaan pensiun dini PLTU batu bara dapat memperlambat upaya pengurangan emisi karbon nasional. PLTU merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, mengingat proses pembakaran batu bara yang menghasilkan polutan dalam jumlah besar.

Meski pemerintah telah memperkenalkan solusi seperti co-firing biomassa dan teknologi CCS, penerapan ini masih menghadapi kendala teknis dan finansial. Biaya implementasi teknologi CCS, misalnya, sangat mahal dan belum terjangkau untuk semua PLTU di Indonesia.

Baca Juga: Dekarbonisasi: Solusi Efektif untuk Mengurangi Polusi Udara

Langkah Strategis untuk Transisi Energi yang Lebih Baik


Pemerintah Indonesia perlu segera mengambil langkah strategis agar transisi energi tetap berjalan lancar meski PLTU masih beroperasi.Beberapa strategi yang dapat diambil meliputi:

  1. Meningkatkan Investasi dalam Energi Terbarukan
    Pemerintah perlu mendorong investasi swasta dan internasional untuk mempercepat pembangunan pembangkit listrik tenaga surya, angin, dan hidro.
  2. Menerapkan Teknologi Ramah Lingkungan di PLTU
    Memperluas penerapan co-firing biomassa dan CCS dapat membantu mengurangi emisi karbon dari PLTU yang masih beroperasi.
  3. Mengoptimalkan Pemanfaatan Energi Hijau
    Mendorong penggunaan energi terbarukan di sektor rumah tangga, industri, dan transportasi dapat mengurangi ketergantungan pada PLTU batu bara.
  4. Menjalin Kerja Sama Internasional
    Mencari mitra baru seperti negara-negara Timur Tengah dapat menjadi solusi untuk mengatasi kekurangan pendanaan akibat ketidakpastian donor tradisional.

Mulai Langkah Kecil Menuju Energi Terbarukan yang Berkelanjutan

Transisi energi menuju sumber daya yang lebih berkelanjutan memang menantang, namun dimulai dari langkah kecil dapat membawa dampak besar. Jika perusahaan Anda ingin memulai penerapan energi terbarukan, ImpactLabs siap membantu dengan layanan konsultasi yang disesuaikan untuk kebutuhan energi terbarukan di industri Anda.

Kami menawarkan solusi praktis dan terukur, dimulai dari implementasi energi terbarukan dalam skala kecil untuk memastikan efisiensi dan keberlanjutan. Salah satunya adalah penerapan teknologi energi surya dengan panel surya, yang terbukti efektif untuk mengurangi biaya operasional dan dampak lingkungan. Jangan biarkan hambatan pendanaan atau ketidakpastian menghalangi kemajuan Anda. Segera hubungi ImpactLabs dan mulailah perjalanan transisi energi perusahaan Anda menuju masa depan yang lebih hijau dan ramah lingkungan.

Ayo, mari kita mulai dari yang kecil, tapi dampaknya bisa luar biasa besar!


Kesimpulan

Keputusan untuk menunda pensiun PLTU batu bara dalam RUKN 2025–2060 menunjukkan tantangan besar Indonesia dalam transisi energi. Meski langkah ini bertujuan menjaga stabilitas pasokan listrik, dampaknya terhadap pengurangan emisi karbon dan target Perjanjian Paris tetap signifikan.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah perlu mengadopsi pendekatan lebih agresif dalam mendorong pembangunan energi terbarukan dan penerapan teknologi ramah lingkungan. Dengan kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan mitra internasional, Indonesia memiliki peluang untuk mencapai transisi energi yang berkelanjutan.